Kampus Militer

Beranda » Ancaman » Gagal Ditangani » Evaluasi Operasi Sinar Kudus

Evaluasi Operasi Sinar Kudus

Evaluasi Kegagalan Operasi Komando Pembebasan MV Sinar Kudus

 

mvsk - sby sinar kudus

 

1. Operasi Pembebasan MV Sinar Kudus

peta operasi sinar kudus1

Operasi Pembebasan MV Sinar Kudus berlangsung Maret s/d Mei 2011, merupakan operasi jarak jauh (sekitar 6500 km) pasukan khusus gabungan yang melibatkan:

  • Gugus Pertama:
    • 2 frigat kelas Van Speijk (KRI 353, KRI 355),
    • 1 heli Bo-105,
    • 4 RHIB sea rider,
    • pasukan khusus gabungan Marinir (kopaska, denjaka), dan Kopassus.
  • Gugus Kedua:
    • 1 LPD Banjarmasin (KRI 592),
    • 1 helikopter NBell-412 (HU-417),
    • Howitzer, MG, Mortir,
    • BMP-3F,
    • LCVP,
    • 8 RHIB,
    • 300 pasukan khusus gabungan Marinir, Kostrad, Kopassus.
  • Pesawat Transport TNI AL

Operasi komando batal dilaksanakan.

Operasi berakhir dengan pembayaran tebusan lebih besar daripada USD 4,5 juta oleh pemilik kapal, PT Samudera Indonesia, pada 1 Mei 2011.

Rincian proses dan perkembangan operasi pembebasan MV Sinar Kudus di link ini.

mvsk - dikawal frigat

2. Evaluasi Operasi Pembebasan MV Sinar Kudus

Kegagalan Operasi Pembebasan MV Sinar Kudus utamanya disebabkan:

  1. Kepemimpinan nasional tidak berani mengambil resiko, lebih memilih mengorbankan harga diri bangsa, berorientasi pada pencitraan.
  2. TNI gagal membuat rencana operasi yang meyakinkan kepemimpinan sepanjang alur komando. Kepercayaan diri kepemimpinan TNI rendah.
  3. Proyeksi kekuatan TNI lambat, pergerakan pasukan menunggu pimpinan sipil yang cenderung lamban. TNI tidak memiliki rencana reaksi.
  4. Kekuatan pasukan khusus TNI tersebar pada trimatra, tidak memiliki komando operasi pasukan khusus gabungan.
  5. Alutsista proyeksi kekuatan jarak jauh (6500 km) terlalu lambat: 2 frigat Van Speijk sekitar 18 knot sustained speed (maks 4000 km) dan LPD Banjarmasin sekitar 14 knot sustained speed (kapabilitas sea replenish). Tidak ada kemampuan proyeksi strategis lintas udara.
  6. LPD Banjarmasin terlambat diberangkatkan. Perencana TNI tidak mengantisipasi kemungkinan kebutuhan operasi tingkat batalion. Praktis kekuatan Gugus Kedua baru tiba setelah berakhirnya drama pembajakan. Melihat keberangkatan yang baru tanggal 21 April, dapat diduga bahwa pengiriman LPD Banjarmasin lebih didorong faktor politis, yaitu tekanan masyarakat pada pemerintahan SBY yang dinilai lamban. Mengingat kecepatanya, diperkirakan LPD Banjarmasin baru tiba setelah MV Sinar Kudus dibebaskan tanggal 1 Mei. Tidak terlihat adanya interaksi dalam proses operasi yang melibatkan LPD Banjarmasin atau aset yang dibawanya.
  7. Akibat kelambatan proyeksi, pasukan ekspedisi TNI hanya Gugus Pertama, tidak mampu menghadapi kekuatan lawan di darat, yang diperkirakan terdiri atas 600 milisi bersenjata Ak47, cal .50, 12.5mm, RPG.
  8. TNI tidak mampu mengambil alih negosiasi dengan pembajak dan komunikasi dengan perusahaan korban.

Evaluasi selengkapnya atas kegagalan operasi pembebasan MV Sinar Kudus di link ini.

Tahun 2009 sempat terjadi kasus yang mirip pada pembajakan MV Hansa Starvanger yang seharusnya sudah dipelajari oleh TNI sebelum kasus MV Sinar Kudus. Perbandingan kasus pembajakan tersebut di link ini.

mvsk - kapal dibawa

3. Skenario Operasi Pasukan Khusus Gabungan TNI

Untuk mencegah terulangnya kegagalan serupa, TNI perlu:

  1. Membentuk Komando Pasukan Khusus Gabungan TNI.
  2. Membentuk Pusat Operasi Pasukan Khusus Gabungan TNI.
  3. Menyusun Rencana Reaksi TNI berdasarkan berbagai Skenario Operasi. Rencana Reaksi TNI tergambar dari Skenario Operasi.
  4. Membuat Skenario Operasi Pasukan Khusus Gabungan TNI, menurut kasus Pembajakan MV Sinar Kudus.
  5. Mengadakan seluruh alutsista yang dibutuhkan, khususnya kapabilitas proyeksi jarak jauh / strategis dan C4I.
  6. Melakukan pelatihan operasi berulang-ulang hingga memiliki kepercayaan diri tinggi.

Berikut digambarkan Skenario Operasi Pasukan Khusus Gabungan TNI untuk situasi yang serupa dengan kasus pembajakan MV Sinar Kudus.

mvsk - ilustrasi pembebasan sandera

4. Kebutuhan Proyeksi Jarak Jauh Pasukan Khusus Gabungan TNI

Untuk dapat melakukan proyeksi kekuatan tingkat Brigade dalam jarak jauh, dibutuhkan sejumlah alutsista angkut udara. Utamanya:

  1. Pesawat angkut strategis
  2. Pesawat tanker strategis
  3. Pesawat AEW&C (dengan radar maritim/darat). TNI memiliki Boeing SLAMMER yang sudah tua dan kemampuannya terbatas sebagai radar maritim.
  4. Heli angkut besar
  5. Heli tanker untuk pengisian bahan bakar heli lain, ranpur, dan replenish kapal di lapangan.
  6. Pesawat amfibi yang dapat mendarat di laut untuk menurunkan dan menjemput komando laut. C-130 dapat menurunkan komando laut, namun tidak dapat menjemput kembali. Kemampuan penjemputan akan meningkatkan opsi perencana operasi khusus.
  7. Ranpur lintas udara, yang dapat diterjunkan dengan parasut. Untuk memperkuat pasukan lintas udara secara bermakna.
  8. LPD/SSV berkecepatan tinggi, sustained speed diatas 24 knots. Jika memungkinkan LPD/SSV trimaran dengan kecepatan diatas 30 knot, atau modifikasi LPD Banjarmasin.

Kebutuhan lengkap proyeksi jarak jauh pasukan khusus gabungan TNI adalah sebagai berikut.

 

5. Posisi Prioritas Anggaran Pasukan Khusus Gabungan TNI

TNI memiliki keunggulan jumlah dan kualitas pasukan khusus, karena itu kapabilitas proyeksi dan kapabilitas gabungan pasukan khusus merupakan salah satu prioritas TNI dalam mewujudkan kapabilitas perang moderen.

Prioritas anggaran dibahas lebih lanjut pada topik Moderenisasi TNI dan Pertahanan Nusantara.

Untuk memberi gambaran posisi prioritas anggaran pasukan khusus gabungan, diberikan daftar prioritas sebagai berikut.

 

Prioritas Anggaran 1

 


Tinggalkan komentar