Kampus Militer

Beranda » Moderenisasi TNI » Kesalahan Akuisisi » KFX/IFX (Riset F-33)

KFX/IFX (Riset F-33)

Kesalahan Akuisisi KFX/IFX (Riset F-33)

Upaya akuisisi F-33 melalui keikutsertaan Indonesia dalam proyek riset KFX/IFX merupakan kesalahan akuisisi yang akan mengakibatkan kerugian besar pada postur TNI AU pada tahun 2025, disamping secara signifikan mengurangi anggaran yang seharusnya dapat digunakan untuk riset yang lebih dibutuhkan, atau untuk akuisisi alutsista lain yang meningkatkan kapabilitas perang moderen TNI AU.

Kesalahan dijelaskan pada tulisan berikut:

Kesalahan Akuisisi Alutsista: KF-X, Elang Salah Asuhan

 
Argumen utama adalah:

Untuk posisi sebagai primary fighter, KFX/IFX akan mulai di produksi sekitar 2025. Saat itu kebanyakan negara didunia mengandalkan fighter generasi ke-5. Indonesia memiliki anggaran terbatas, hanya dapat mewujudkan superioritas udara di Nusantara jika hanya memiliki 1 fighter superioritas udara dalam jumlah memadai (4 skadron). KFX/IFX yang merupakan generasi ke-4,5 papan bawah yang tidak memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan. Pilihan terbaik TNI adalah F-35, atau Su-PAK-FA, atau menunggu generasi ke-5 dari Eurofighter atau Dassault. Alternatif lain adalah TNI bertahan dengan Generasi-4,5 papan atas: keluarga Su-35, Eurofighter, atau Dassault.

Untuk posisi sebagai secondary fighter, KFX/IFX terlalu mahal, dengan spesifikasi “semi-stealth” berbiaya tinggi, biaya operasional tinggi, tanpa keunggulan yang signifikan. Secondary fighter adalah fighter murah, dengan biaya operasional murah. Pada tahun 2025 alternatif secondary fighter tetap menggunakan generasi 4,5. Idealnya secondary fighter dibangun secara mandiri oleh Indonesia dari disain fighter generasi 4 yang sudah tidak lagi digunakan. Namun konsepnya adalah efisiensi biaya, berbeda jauh dengan KFX/IFX yang mengikuti kebutuhan Korea Selatan yang dalam status perang. Besar kemungkinan Indonesia tidak mampu membeli pesawat IFX sebanyak yang dialokasikan, dan tidak mampu mencari pembeli pihak ketiga untuk membeli pesawat tersebut. Akibatnya biaya “riset” bertahun-tahun terbuang percuma.

Kemungkinan KFX/IFX berhasil dengan biaya yang direncanakan sangat kecil, hampir tidak mungkin. Korea Selatan sebagai penanggung 80% biaya memiliki banyak prioritas lain yang harus di alokasikan dibanding dengan fighter KFX/IFX. Hampir seluruh negara di dunia menghentikan upaya membangun fighter sendiri karena biayanya terlalu mahal dan kurang manfaatnya untuk keunggulan tempur, dibanding melakukan riset avionik dan rudal. Pada tahun 2025 sudah akan muncul fighter tanpa awak (fighter UAV) yang akan menjadi fokus bagi Korea Selatan untuk disandingkan dengan F-35. Akibatnya, energi riset Korea Selatan akan bergeser pada UAV fighter.

Pada dasarnya IFX adalah proyek merakit pesawat Korea Selatan di masa depan. Kapabilitas industri Indonesia belum mampu dan belum dikembangkan untuk menerima rancang bangun pada tataran industri untuk pesawat tempur generasi 4,5. Seharusnya Indonesia mengembangkan terlebih dahulu rancang bangun pesawat jet entry level setingkat T-50, dan mengembangkan skala industri pendukung-nya, sebelum melangkah ke pesawat tempur generasi ke-4, dan kemudian generasi 4,5. Hal ini yang sudah dilalui oleh Korea Selatan. Industri Indonesia masih sangat primitif dibanding dengan negara berkembang lain, sehingga manfaat rancang bangun teknologi fighter 4,5 akan lebih banyak terbuang percuma daripada terserap oleh industri Indonesia.

 


3 Komentar

  1. jensen99 berkata:

    Iya benar. Proyeknya sudah mulai tersendat-sendat. Kelihatannya pihak kita seperti berharap Korea “membeli” dari RI dengan cara memaksakan pabriknya harus di RI.

    Suka

    • purek3 berkata:

      Proyeknya sudah tersendat sejak awal proyek, tahun 2001, jauh sebelum Indonesia ikut serta. Indonesia hanya punya saham 20%, artinya tidak bisa memaksakan apa-apa. Itu sebabnya Turki dulu batal ikut serta, karena tidak diberikan saham 50%. Saham 20% artinya hak suara minoritas, tidak bisa menentukan apa-apa.

      Pabrik tidak mungkin di RI, industri nasional belum mendukung untuk industri fighter. Maksimal hanya jalur perakitan sementara, yang hanya beroperasi beberapa tahun merakit beberapa pesawat, menghabiskan anggaran. Sama dengan proyek membeli fighter dengan harga sangat mahal, tanpa keunggulan kapabilitas tempur, dengan skema pencitraan menghabiskan anggaran. Secara langsung mengakibatkan tahun 2025 TNI AU tidak memiliki kapabilitas memadai.

      Suka

  2. […] KFX / IFX (kerjasama riset fighter jet) – tidak dibutuhkan TNI […]

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar