Kampus Militer

F-16 TNI AU

A. F-16 Tidak Dibutuhkan TNI AU

TNI AU sudah memiliki 6 F-16 block 15 OCU yang sudah sangat tua, namun lebih baru dibandingkan F-5, dan Hawk yang sudah lebih tua lagi.

TNI AU memperoleh lagi 24 F-16 block 25+ yang berasal dari hibah F-16 block 25 USANG.

Akuisisi F-16 block 25+ adalah kesalahan akuisisi alutsista dalam kategori: alutsista tidak dibutuhkan, mengganggu logistik tempur, inefisiensi biaya operasional.

 

Argumen Utama yang diberikan adalah bahwa F-16 TNI AU tidak dibutuhkan:

  1. Postur ideal TNI AU adalah memiliki hanya 3 (tiga) jenis (keluarga) pesawat:
    1. Fighter Besar (Air Superiority, Long Range Interceptor), 4 – 8 skadron
    2. Fighter Kecil (Medium / Multirole / Workhorse / Recon / Jet Trainer / Short Range Interceptor), 2 skadron fighter buatan asing atau s/d 24 skadron dalam negeri.
    3. Fighter Trainer Propeller, 2 skadron fighter buatan asing atau s/d 16 skadron dalam negeri.
  2. Inferioritas Superioritas Udara: Prioritas utama TNI AU yang sangat mendesak adalah kepemilikan aset tempur udara untuk superioritas udara. F-16 TNI AU tidak mungkin menang menghadapi aset tempur superioritas udara manapun di kawasan Asia Tenggara: F-15, F-16 block 52++, Su-30 MKM, Su-30 MK2V, Jas-39, F-18, bahkan dengan aset yang lebih lemah.
    1. Baik persenjataan dan avionik F-16 TNI AU akan selalu diberikan lebih lemah dibandingkan sekutu US di kawasan. Mengandalkan alutsista US hanya dapat dilakukan jika Indonesia menjadi sekutu militer US.
    2. Kehadiran F-16 menyulitkan pilihan AEW untuk TNI AU karena kehadiran skadron Su-27/30 yang lebih diandalkan. Juga menyulitkan pilihan untuk teknologi BVR, baik rudal maupun datalink, serta integrasi network centric warfare untuk kapabilitas perang moderen TNI. Dampaknya adalah anggaran biaya adaptasi yang sangat besar.
  3. Inferioritas Workhorse: Prioritas kedua TNI AU adalah kepemilikan aset tempur udara untuk multi-peran (multirole) yang biaya operasi-nya rendah. TNI AU sudah melakukan akuisisi atas jet tempur KAI T-50i yang dapat digunakan untuk fungsi ini dengan biaya yang jauh lebih murah dibandingkan F-16. Karena itu tidak ada kebutuhan F-16 dalam arsenal TNI AU.
    1. Usia F-16 TNI AU sudah terlalu tua, tidak sebanding resiko dengan manfaatnya. Diperkirakan setelah tahun 2018 F-16 TNI AU sudah tidak layak terbang. Resiko airframe bekas pakai juga sangat tinggi. Perhitungan biaya harus memasukkan unsur usia pesawat dengan maksimal 8000 jam terbang yang sudah dilewati oleh mayoritas F-16 s/d block 32.
    2. Dengan peningkatan kapabiltas, seluruh fungsi F-16 TNI AU dapat dilakukan oleh T-50i dengan biaya jauh lebih murah.

Argumen Tambahan yang diberikan:

  1. F-16 TNI AU pernah mengalami embargo US saat menjadi andalan Indonesia, sehingga menyebabkan kapabilitas tempur TNI AU menjadi tidak ada. Russia tidak pernah meng-embargo Indonesia. Pasca 1965 TNI secara sengaja menjauh dari alutsista komunis Uni Sovyet karena G30S/PKI. Negara asing yang terlibat dalam G30S/PKI adalah PRC, bukan Uni Sovyet. Russia saat ini sudah bukan merupakan negara komunis, melainkan negara sekuler dengan agama dominan Kristen Ortodoks Russia, dan memiliki sejumlah besar penduduk beragama Islam dan Kristen.
  2. 24 F-16 ex USANG yang di hibahkan ke Indonesia adalah F-16 block 25. F-16 block 25 maksimum hanya bisa di upgrade menjadi F-16 block 32+, tidak mungkin di upgrade menjadi F-16 block 42 apalagi 52. Sementara negara sekutu US seperti Singapore sudah memiliki 60 F-16 block 52+ yang akan di upgrade tahun 2014, sehingga pada tulisan ini digambarkan sebagai F-16 block 52++.

Idealnya:

6 F-16 block 15 OCU dihibahkan kepada Timor Leste, PNG, atau Cambodia, atau dijadikan terumbu karang.

20 F-16 block 25+ 52ID dapat dijual atau dihibahkan ke Phillipina atau Cambodia.

4 F-16 block 25+ 52ID digabungkan ke skadron OPFOR, dimana TNI AU dapat mempelajari cara-cara dan teknik tempur lawan yang menggunakan F-16 sehingga pilot-pilot TNI AU lebih terlatih menghadapinya.

Catatan Netralitas:

Tulisan ini tidak terkait dengan semangat anti US selaku produsen F-16. Terbuka kemungkinan mengandalkan F-16 jika Indonesia mau menjadi sekut US. Juga diberi dukungan atas pengadaan alutsista US berkualitas, yang memperkuat TNI, yang baru seperti helikopter AH-64E Apache Guardian, maupun bekas seperti C-130 Hercules.

Bahkan direkomendasikan agar TNI dan Pemerintah RI mengajukan permohonan hibah frigat kelas Oliver Hazard Perry (4100 ton) yang jauh lebih kuat dibandingkan seluruh frigat TNI AL bahkan dibandingkan frigat PKR kelas Sigma 10514 yang baru. Hal ini sehubungan dengan berakhirnya masa pakai frigat tersebut di US Navy.

Dengan demikian tidak dapat di generalisir bahwa TNI tidak boleh menggunakan alutsista US, melainkan harus di analisa satu persatu kasus-nya.

 

B. Keterangan Tambahan

Berikut disajikan beberapa tabel yang disederhanakan dari Tabel Perbandingan Fighter pada MDCI 2015, untuk menjelaskan beberapa argumen diatas.

Tabel Perbandingan Fighter, A. Spesifikasi (F16 TNI AU vs F16 RSAF)

Menggambarkan inferioritas F-16 block 25+ 52ID. Penamaan 52ID jelas menyesatkan, tidak memberi gambaran kapabilitas tempur pesawat hibah ex USANG.

Perbandingan Spesifikasi Fighter F-16 Indonesia - Singapore Tahun 2015

Keterangan:

1.RALAT: Sebutan Harusnya F-16 blok 25+

Pada blok ini sering disebut F-16 blok 32+ karena semula diduga bahwa F-16 blok 25 ex USANG tersebut akan di upgrade ke blok 32. F-16 blok 25 maksimal dapat di upgrade ke blok 32, dan dengan tambahan semula diperkirakan dapat disebut sebagai blok 32+. Namun ternyata F-16 tersebut tidak di upgrade ke konfigurasi blok 32, karena itu kategori yang tepat adalah F-16 blok 25+ ex USANG.

USANG adalah US Air National Guard, operator sebelumnya dari F-16 yang di hibahkan ke TNI AU.

8. RALAT: Mesin Harusnya PW220/E

Pada tabel disebut PW220, seharusnya PW220/E. Akhiran /E maksudnya mesin adalah mesin REFURBISHED, mesin bekas.

13. Radius Tempur

Radius tempur F-16 blok 25 diketahui hanya sekitar 500km.
Sementara bagi F-16 blok 52+ yang dilengkapi Conformal Fuel Tank, dengan mesin PW229,  sudah terbukti dapat bertempur dalam jarak lebih dari 2.000 km. CFT dirintis oleh F-16 Sufa, milik Israel yang telah melakukan operasi tempur dalam jarak ribuan kilometer dan di klaim memiliki jarak tempur 2.000km. Singapore diperkirakan memiliki kapabilitas yang sama dengan Israel.

Satu sumber menyebutkan:
“There are conflicting reports concerning the F-16I combat radius, but the most reliable source reports a combat radius of 2,100 km, on par with the F-15I. The Israeli military would not disclose the exact range of the jet, but one senior air force officer said, “it can reach the capitals of all the countries in the region.” One report says that “it has an 820 km non-refueling radius of operation, sufficient to reach both Libya and Iran” — but a glance at a map reveals that 820 kilometers from Israel is short of Baghdad, and far short of the 1,500 kilometers need to reach Tehran. One report suggest that the F-16I has an unrefueled combat strike radius of 1,640 kilometers without refueling. Another report relates that the external fuel capacity in conformal fuel tanks increases the aircraft range to 800 miles (1,500 km). One published reports states that the external fuel tanks above the central fuselage, extend the range of the jet and the reach of the Israeli air force by 25 percent.”

Dilain pihak, F-16 blok 25 adalah generasi sebelum Sufa, tidak memperoleh upgrade Israel, bahkan tidak memperoleh upgrade ke blok 30/32. Dalam kondisi ini:

Sumber dari Google untuk keyword F-16 combat radius:
“The combat radius of an aircraft is often given with its mission profile (without in-air refueling). For example: The F-16 Fighting Falcon’s combat radius is 550 km (340 mi) on a hi-lo-hi mission with six 450 kg (1,000 lb) bombs.”

 

23 – 29. Persenjataan

AIM 120-D berbeda dengan AIM 120-C, sekalipun sesama AMRAAM.
AIM-9X berbeda dengan AIM-9P,L,M, dsb, sekalipun sesama sidewinder.

Tidak di-support disini TIDAK SELALU BERARTI tidak bisa dipasang dan ditembakkan. Ada FITUR SENJATA yang tidak di support oleh komputer pesawat. Atau dengan kata lain, senjata tersebut tidak dapat berfungsi optimal.

Hal ini berdasarkan informasi software package untuk OFP M5. Artinya MMC (modular mission computer) atau komputer di F-16 belum sepenuhnya mendukung senjata tersebut.

Satu contoh adalah AMRAAM AIM-120-D dan Sidewinder AIM-9X memiliki kemampuan datalink dua arah. Senjata bisa ditembakkan, lalu sasaran dikunci setelah ditembakkan. Fitur ini tidak dapat difungsikan. Hal serupa dengan fitur high offboresight yang dimiliki AIM-9X jika komputer terkoneksi dengan helm JHCMS, namun tanpa helm tersebut fitur ini tidak dapat dimanfaatkan.

Selain dampak komputer juga terdapat dampak kelemahan radar, AMRAAM AIM-120-D memiliki jarak tembak 180 km, namun radar AN/APG-68 F-16 block 25 memiliki kemampuan deteksi jauh dibawah itu, sekitar 60 km, sehingga kemampuan BVR dari AMRAAM tidak dapat optimal dimanfaatkan.

 

Terdapat pertanyaan apakah upgrade F-16 dapat menyelesaikan masalah-masalah tersebut diatas ?

Jawabannya,

Tidak semua aspek bisa di upgrade. CFT tidak bisa dipasang pada F-16 blok 32, radius tempur akan tetap terbatas.

Upgrade mesin jet ke P229 tentu sangat mahal sekali.

Upgrade lain atas F-16 blok 25 ex USANG tidak efisien dan tidak ekonomis, karena harganya bisa lebih mahal dibandingkan membeli fighter baru, sedangkan usia air-frame sudah tinggal sedikit. Dibutuhkan berbagai upgrade:

  • MLU dengan SLEP (menambal airframe pesawat di bagian yang mudah retak)
  • Upgrade ke blok 32
  • Upgrade radar menjadi radar AESA atau setidaknya AN/APG-68 versi terakhir
  • Upgrade MMC ke OFP terakhir untuk mendukung fitur persenjataan terbaru
  • Pembelian helm JHCMS dan berbagai senjata

Dengan usia pesawat sudah sangat tua. Tentu tidak rasional dibanding membeli fighter baru yang memiliki keunggulan tempur.

Disamping harga, keterbatasan manuver akibat usia, serta resiko nyawa bagi pilot unggulan, terlalu merugikan bagi TNI.

 

Tabel Perbandingan Fighter, B. Senjata (F16 TNI AU vs F16 RSAF)

F-16 TNI AU tidak dapat mengoperasikan berbagai senjata moderen seperti halnya F-16 Singapore. Hanya AGM-84 Harpoon yang dapat dibeli dan langsung dipasang oleh Indonesia ke F-16 TNI AU, sedangkan senjata lain membutuhkan upgrade lebih lanjut yang membutuhkan izin dari Parlemen US dalam bentuk DSCA. Sementara Singapore telah memiliki seluruh persenjataan tersebut.

 

Perbandingan Senjata Fighter F-16 TNI AU dan RSAF Tahun 2015

 

Tabel Perbandingan Fighter, C. Masa Pakai (F16 TNI AU vs F16 RSAF)

Disini terlihat bahwa masa pakai F-16 TNI AU kurang lebih akan berakhir sekitar tahun 2018, bahkan mungkin lebih dini. Hal ini meningkatkan resiko para penerbang TNI AU jika F-16 dijadikan workhorse fighter yang sangat sering di fungsikan.

 

Perbandingan Masa Pakai Fighter F-16 TNI AU dan RSAF Tahun 2014

 

 

Tabel Fungsi Fighter di TNI AU dan RSAF

Disini terlihat bahwa RSAF memiliki arsenal yang sangat efisien mengandalkan F-15 dan F16 dalam jumlah besar dan kualitas terbaik, sementara TNI AU tidak memiliki arsenal yang efisien dengan mengoperasikan terlalu banyak jenis pesawat dalam jumlah yang tidak memadai.

Fungsi Fighter di TNI AU dan RSAF Tahun 2015

 

 

 

C. Tulisan terkait

Kesalahan Akuisisi Alutsista: F-16, Elang Kecil, Tua, dan Naas (2012)
Atau pada archive page disini.

Menjelaskan bahwa F-16 tidak dibutuhkan pada arsenal TNI AU moderen.

F-16 TNI AU, Bisa Lawan Siapa Tahun 2013 ? (2012)
Atau pada archive page disini.

Simulasi perang udara yang terjadi tahun 2013 antara TNI AU dengan RTAF, dimana TNI AU mengandalkan F-16 block 15 OCU, sedangkan RTAF mengandalkan F-16 block 15 OCU/MLU, F-5, dan Jas-39 yang diperkuat oleh Saab AEW.

Permasalahan F-16 USANG Andalan TNI AU Tahun 2015 (2012)
Atau pada archive page disini.

Menjelaskan berbagai permasalahan hibah F-16 USANG yang akan menjadikan F-16 sebagai alutsista dominan TNI AU per 2015, dengan 16 F-16 block 15 OCU, dan 24 F-16 block 25+ yang tidak memiliki kapabilitas tempur udara memadai di kawasan.

F-16 TNI AU, Bisa Lawan Siapa Tahun 2015 ? (2012)
Atau pada archive page disini.

Simulasi perang udara yang terjadi tahun 2015 antara TNI AU dengan RSAF, dimana TNI AU mengandalkan F-16 block 25+ berhadapan dengan RSAF F-16 block 52+.

 

 D. FAQ

Kirimkan pertanyaan anda ke: kampusmiliter@yahoo.co.id, atau tinggalkan pertanyaan di halaman ini.

 

1. Bukankah TNI AU dapat membeli rudal-rudal canggih seperti negara tetangga untuk F-16 ? Apa bedanya dengan Sukhoi TNI AU ?

Jawab:

F-16 TNI AU harus di-upgrade untuk menggunakan persenjataan canggih tersebut.

 

2. Bagaimana kalau TNI AU membeli F-16 block  60 baru ?

Jawab:

Segera setelah pembelian, fighter negara tetangga (F-16, F-18) akan memperoleh upgrade yang lebih baik dibandingkan F-16 TNI AU. Kecuali Indonesia meninggalkan kebijakan bebas aktif dan menjadi sekutu US.

Adalah hal yang wajar bahwa US memprioritaskan dominasi udara negara-negara sekutu-nya dikawasan ini: Singapore, Thailand, Australia.

 

3. Bagaimana dengan Eurofighter Typhoon atau Dassault Rafale ?

Jawab:

Anggaran TNI AU sangat terbatas. TNI AU harus membatasi kepemilikan 1 jenis fighter superioritas udara dan mengejar kemandirian-nya. Jika kemandirian dengan figter Russia tidak dapat dicapai, fighter Eropa merupakan alternatif.

Hanya saja TNI AU harus memilih: keluarga Su-27/30/35/PAK-FA atau Eurofighter Typhoon atau Dassault Rafale. Jika TNI AU ingin beralih pada Eurofighter Typhoon, maka kepemilikan Sukhoi perlu diakhiri.

Masalahnya vendor fighter Eurofighter, Dassault, dan MiG belum memiliki solusi fighter generasi ke-5, sehingga preferensi masih pada keluarga Sukhoi.

 

4. Bagaimana dengan Saab Jas Grippen ?

Jawab:

Saab Grippen adalah fighter kecil yang canggih. Kebutuhan fighter kecil sebaiknya dipenuhi oleh fighter murah seperti FA-50 atau yang lebih murah, bahkan seharusnya diusahakan dibangun sendiri di dalam negeri.

 

5. Mengapa kampusmiliter sepertinya memihak pada Sukhoi Flanker Russia (Su-27/30) dan Golden Eagle Korea (T/TA/FA-50) ?

Jawab:

Su-27 dan Su-30 adalah pilihan TNI AU sejak lama.

T-50 juga merupakan pilihan TNI AU. Ada banyak alternatif lain yang lebih baik tapi yang sudah dimiliki sekalipun kurang tepat harus menjadi prioritas.

Kampusmiliter mereview arsenal TNI AU dengan konsep penyederhanaan jenis fighter menjadi fighter besar dan fighter kecil/trainer. Dari arsenal yang sudah dimiliki oleh TNI AU yang sesuai menjadi fighter besar adalah keluarga Su-27, dan untuk fighter kecil/trainer adalah keluarga T-50.

 

6. TNI memiliki Su-27/30, F-16, Hawk, F-5, KT-1, T-50, G-120TP, T-34, EMB-314, KFX/IFX masing-masing fungsinya berbeda-beda. Apa salahnya memiliki banyak jenis fighter ? Kalau perlu TNI AU beli Eurofighter, F-16 block 60 baru, dan Su-Pak FA masing-masing 1 skadron.

Jawab:

Anggaran tidak memadai.

Prioritas supremasi udara belum tercapai, dan belum terlihat ada rencana TNI AU untuk meraih supremasi udara.

Kepemilikan banyak fighter artinya tidak efisien, anggaran operasional lebih tinggi, dan tidak optimal pengembangan potensi-nya. Ada banyak aspek selain pesawat tempur: datalink, BVR, air refuelling, logistik senjata, pelatihan, simulator, rudal latih, pesawat latih, intelijen, kemandirian teknologi, pengembangan avionik untuk keunggulan tempur, dan lain sebagainya. Masing-masing jenis pesawat membutuhkan sumber daya besar.

 

7. Bagaimana dengan China ?

Jawab:

Fighter dan peralatan militer sensitif lain sebaiknya tidak dibeli dari China, sehubungan dengan klaim 9 garis di Laut China Selatan yang meliputi perairan ZEE Natuna.

Hal ini bisa berubah jika PRC secara RESMI, membuat pengakuan atas kepemilikan 100% ZEE Natuna oleh Indonesia.

 

8. Indonesia memperoleh fasilitas pinjaman militer. Pesawat militer apa buatan AS/Eropa yang cocok untuk TNI AU ?

Jawab:

Selain fighter supremasi udara.

Pesawat transport militer: C-130 dan yang lebih besar.

Pesawat tanker Airbus atau Boeing, lebih dibutuhkan yang dapat berfungsi sebagai pesawat transport seperti Airbus MRTT.

Pesawat surveillance maritim / AEW dual radar.

Pesawat jet fighter kuno murah yang boleh di alihkan 100% produksi-nya ke Indonesia, sebagai pengganti T-50 yaitu untuk kategori jet latih / fighter ringan. Dengan harga produksi dibawah US $20juta.

 

 


Tinggalkan komentar